Oleh: Masykur Hamba*
Syaikh Burhan Al-Islam Al-Zarnuji merupakan ulama klasik yang hidup di Abad 6 H di Kota Zarnuj, Turki.[1] Dalam kitabnya yang berjudul Ta’līm al-Muta’allim, Al-Zarnuji memberikan pengertian tentang Ilmu, cara menuntut Ilmu dan etika dalam menuntut Ilmu.
Menurut Al-Zarnuji, Ilmu merupakan media menuju Ma’rifat (kebenaran hakiki) yang disertai akhlak, moral dan perangai yang baik. Suatu Ilmu menjadi wajib hukumnya, untuk dipelajari jika ilmu tersebut sangat dibutuhkan (‘Ilmu al-Ḫãl), seperti Ilmu Fiqih, wajib hukum mempelajarinya karena dengan Ilmu tersebut seorang akan mampu malaksanakan kewajiban Salat, Zakat dan Ibadah Maḫḍah lainnya. Sebaliknya, akan menjadi haram untuk dipelajari, jika suatu Ilmu hanya akan mendatangkan bahaya dan kerusakan seperti Ilmu Ramalan (Nujūm).
Pola yang ditawarkan dalam menuntut ilmu dengan memadukan tiga prinsip dasar, yakni: Muẓãkarah, merupakan pemahaman, pendalaman dan pengulang-ulangan materi; Munãżarah, berupa dialog atau diskusi sesama teman mencoba bertukar fikiran dan pemahaman materi; dan Muṭãraḫah, yakni pengembangan pemahaman yang telah dipelajari dan didiskusikan. Ketiga pola ini haruslah beriring lurus dengan etika belajar yang baik, yakni kejujuran (al-Inṣafi), kehati-hatian (al-Ta’anni) dan ketelitian (al-Ta’ammuli).
Etika lain yang dalam pembelajaran adalah ta’żīm, penghormatan terhadap ilmu itu sendiri dan ahli ilmu (guru)[2]. Tawakal, menjaga semangat dan terus-menerus belajar. Menghargai waktu, bahwa waktu belajar tidak ditentukan dalam jangka tertentu, namun belajar dapat dilakukan sepanjang umur[3]. Istifãdah, kesiapan diri (isti’dãd) dalam melaksanakan pembelajaran seperti: mencatat pelajaran, menggunakan waktu secara maksimal, berinteraksi dengan guru (mulãzamah) dengan semangat, menghadirkan keinginan penuh dan rendah diri (khudū’)[4]. Wara’ mengesampingkan sifat keduniaan seperti boros, malas-malasan dan foya-foya.[5]
Keseluruhan etika dalam belajar in,i mungkin untuk dilaksanakan dan dikontrol saat pembelajaran digelar dengan situasi yang normal. Namun, nampak terkendala saat pembelajaran ditengah pandemi yang notabene interaksi antara guru dan siswa, hanya sebatas dilakukan melalui media gawai. Keseriusan guru dalam memberikan pembelajaran sulit diterima siswa secara penuh, dan respon siswa pun sulit diidentifikasi oleh guru. Terutama, dalam hal etika interaksi guru-siswa dalam pembelajaran.
Meski pandemi, etika belajar ini harus tetap terpupuk dan terpelihara dengan baik. Karena pembelajaran dan akhlak ibarat dua sisi mata koin yang tak terpisahkan. Keduanya keterkaitan dan saling mempengaruhi serta menjadi tolak ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh itu, perlu diwujudkan kesadaran beretika, di tengah-tengah proses penyelenggaraan pendidikan ini.
Kesadaran beretika dalam belajar sebaiknya dilakukan oleh guru terlebih dahulu, mulai dengan memberikan materi dengan disiplin sesuai jam pembelajaran, sesuai ketentuan materi dan menyediakan daftar kehadiran siswa, serta memberikan perhatian lebih terhadap siswa dengan tanpa alasan kehadiran. Kedisiplinan ini akan memunculkan karakter guru yang berintegritas dan membuahkan rasa penghormatan siswa, terhadap guru itu sendiri sebagai ‘Ahlu al-‘Ilmi’ yang layak dihormati. Kesadaran siswa untuk menghormati guru akan menjaga hubungan baik antara guru dan siswa secara langsung. Dan juga mempertegas bahwa pembelajaran adalah bentuk bagian dari ibadah.
Dalam hal ta’żīm ini, Al-Zarnuji menyarankan kepada seorang siswa untuk menjaga kesuciannya sebelum belajar, mempersiapkan alat tulis terbaik yang akan digunakan dalam pembelajaran, memperhatikan penyampaian pembelajaran dengan seksama.[6] Dalam situasi pandemi, penjagaan kesucian dapat diimplementasikan dengan membersihkan diri dari kesibukan-kesibukan lain, yang tidak ada kaitannya dengan pembelajaran atau bahkan, dapat mengganggu proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Upaya yang dapat dilakukan siswa diantaranya: tahu betul kapan dan dengan media apa pembelajaran akan dilaksanakan, berhenti sejenak dari kesibukan lain dan meminta pengertian kepada teman, keluarga atau lingkungan sekitar akan pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan. Persiapan alat tulis (sarana/media) terbaik dapat diwujudkan dengan mempersiapkan gawai sebaik mungkin, seperti mengisi daya Ponsel, mengisi Paket Data dan persiapan lain agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar. Memperhatikan pembelajaran dengan seksama dapat dilaksanakan dengan cara terus stand by, aktif menjawab setiap pertanyaan dan tugas, dan interaktif saat diskusi dalam jaringan pembelajaran.
Titik tekan yang harus dipahami bahwa interaksi dalam jaringan inilah, yang menjadi dasar penilaian sikap guru terhadap siswa dimasa pembelajaran jarak jauh ini. Momen ini harus dipahami betul dan dioptimalkan siswa agar mendapat penilaian sikap yang baik dari guru. Siswa harus pahami betul apa yang disampaikan dan diharapkan seorang guru dalam penyampaian materi, jawablah setiap pertanyaan dan tugas yang diberikan guru dengan baik dan maksimal.
Akhlak ataupun etika pada prinsipnya merupakan implementasi nilai dalam kehidupan, sehingga pemeliharaan moral dan pekerti dapat terwujud dengan mengaplikasikan nilai itu sendiri dengan penuh kesadaran. Pola-pola yang ditarwakan Al-Zarnuji delapan Abad silam, tidak akan mengubah apapun jika hanya direspon sebagai wacana belaka. Bahkan, sampai kapanpun teori-teori tentang etika, moral dan pekerti hanya omong kosong jika tanpa implementasi dari diri sendiri. Maka dari itu, sebagai ‘Ahlu al-‘Ilmi’ guru harus mampu mewujudkan kontruksi etika ini agar menjadi teladan baik bagi siswa, sekaligus menggiring siswa-siswa agar mampu mencontohnya dengan penuh kesadaran. Dengan ma’ūnah dan ‘inãyah Allah swt., semoga kita semua dapat mewujudkan etika belajar yang baik, demi menyongsong Madrasah Mandiri & Berprestasi.
1 Muharram 1443 H
*Waka Humas Mansa Muba & Guru Bahasa Arab.
[1] Al-Qurasiy, Al-Jawahir al-Madi’ah Jilid 2, Beirut: Lebanon, hal. 312
[2] Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, Al-Aula: Lebanon, 1981, hal. 33
[3] Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim,… ., hal. 114
[4] Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim,… ., hal. 105
[5] Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim,… ., hal. 109
[6] Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim,… ., hal. 33