Penulis : Astiyo Madani (Siswa Kelas XII IPA 1 MAN 1 Musi Banyuasin)
Sudah 1 Tahun lebih pembelajaran dilakukan secara online. Berawal dari munculnya suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh virus, yaitu virus corona yang akrab disebut Covid-19. Hampir semua aspek kehidupan mengalami perubahan-perubahan, yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Kebijakan demi kebijakan terus di keluarkan Pemerintah. Dalam rangka mencegah dan memutus rantai penyebaran virus corona. Rasa gundah dan resah terus menyelimuti hati orangtua siswa juga siswa itu sendiri. Tapi apadaya, sebagai masyarakat kecil dan lemah suara hanya tinggal suara. Yang paling tepat adalah mematuh protokol kesehatan dan terus menjaga kesehatan mental. Berbagai cara dilakukan untuk mendiskusikan belajar tatap muka di sekolah. Namun, ketika akan digelar tatap muka, maka terdapat keberatan dari beberapa pihak.
Jika pemerintah ingin menunggu Corona hilang, maka itu membutuhkan waktu yang cukup lama, dan tidak bisa diprediksi kapan akan berakhirnya pandemi ini. Sedangkan angka kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan, ditambah lagi dengan virus Corona varian baru.
Sebagian besar pelajar dan tenaga pendidik menginginkan pembelajaran dilakukan secara tatap muka. Karena lebih efektif, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi. TIdak semua kaum pelajar mempunyai fasilitas yang memadai, ada yang terkendala gadget/gawai, kuota internet yang terbatas, dan beberapa pelajar yang tinggal wilayah pelosok yang mengalami kesulitan dalam mengakses jaringan signal. Selama setahun lebih ini semua orang bisa melaluinya, tapi mau sampai kapan?
Sedangkan mall, tempat wisata bahkan club malam dibuka walaupun secara terbatas. Lalu bagaimana dengan pendidikan? Bukankah majunya suatu negara didasarkan pada kualitas pendidikan di negaranya. Dari pembelajaran daring ini, ada dampak positif dan negatif untuk diambil hikmahnya. Dampak positif dari pembelajaran jarak jauh yaitu:
- Mempunyai waktu luang untuk mengeksplor hal lain sesuai minat dan bakat siswa.
- Memanfaatkan waktu luang dengan mengikuti webinar dan tema di sesuaikan dengan kebutuhan siswa.
- Berkesempatan mendapatkan informasi seputar beasiswa, volunteering dan lomba yang diadakan secara online.
- Memiliki waktu luang untuk improve (meningkatkan) skill bahasa asing.
Sedangkan dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh, yakni :
- Ancaman putus sekolah, karena anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi.
- Pernikahan usia dini.
- Penurunan pencapaian belajar, disebabkan perbedaan akses dan kualitas selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
- Seringnya menatap layar ponsel atau laptop secara berkepanjangan, menimbulkan gejala kesehatan mata dan gangguan penyakit lainnya.
- Stress yang berlebihan akibat pembelajaran daring dan tugas yang menumpuk banyak.
Pandangan Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, terkait pembelajaran daring, yang dilansir dari KompasTv. Beliau menyebut Indonesia ketinggalan dari negara lain untuk sekolah tatap muka. Dan Indonesia adalah salah satu diantara 4 negara dikawasan Asia Timur dan Pasifik, yang belum melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Sementara 23 negara lainnya 85% sudah sekolah walaupun secara terbatas.
Sedangkan di Amerika dengan kondisi covid jauh lebih parah, walaupun vaksinasi dilakukan cepat, sudah 40% sekolah melaksanakan tatap muka, Mendikbud juga menuturkan bahwa khawatir kesehatan mental murid, karena terlalu lama pembelajaran daring dilakukan.
Point pentingnya, “wabah ini telah melanda seluruh belahan dunia termasuk Indonesia, namun bukan berarti sistem pendidikan ditutup dan harus berlanjut PJJ secara terus menerus. Sehingga tidak ada waktu bagi kami para pelajar berinteraksi, berdiskusi dan bersosialisasi dengan teman. Bahkan selama kurang lebih dua tahun ini, kami mendekam dirumah karena Corona. Kami juga butuh kebebasan.”
Dalam hal ini peran serta orangtua juga sangat dibutuhkan, untuk bekerjasama dengan guru terhadap kelanjutan pendidikan anaknya. Juga kesadaran dari siswa itu sendiri untuk lebih aktif dan produktif dalam belajar. Demi mewujudkan generasi yang membawa perubahan Bangsa dan Negara serta berakhlakul Karimah, cerdas dan kompetitif serta sesuai dengan pengamalan Pancasila dan mewujudkan merdeka belajar!
Namun apadaya, tanpa adanya kerjasama yang baik. Sedemikian rupa kebijakan itu ada, sedispilin apapun orangtua dalam mendampingi anaknya belajar, itu tidak akan sempurna jika interaksi antara guru dan siswa tidak terjadi secara langsung. Meskipun kemajuan teknologi berkembang pesat, kemajuan ini tidak dapat menggantikan fungsi dan peranan guru dalam sebuah proses belajar mengajar. Betapapun majunya teknologi dengan segala turunannya, sejatinya guru tidak pernah dapat digantikan oleh teknologi. Karena seorang guru ialah yang melahirkan penerus bangsa yang berjiwa Patriotisme dan Nasionalisme terhadap bangsanya.
Dibalik kesedihan pelajar di seluruh belahan dunia ini, kita harus mampu mengambil hikmah dengan melihat dari kacamata positif, menjaga kesehatan mental dan meningkatan produktivitas untuk meminimalisir stres. Semua pihak sedang berusaha melakukan yang terbaik, agar kehidupan kembali normal seperti semula, juga agar sekolah bisa tatap muka. Salam terdalam, dari hati pelajar.
Editor : Wahyuni Widya